Rabu, 22 Juni 2011

DOSA BALAS DENDAM DALAM ISLAM

MENGHALAU DENDAM DENGAN SABAR DAN MAAF
Oleh: Prof. Dr. H. Abd. Majid, M.A.
Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia
Jika kita rajin mengikuti berbagai peristiwa, baik yang tersaji melalui media massa ataupun yang langsung kita temukan dalam kehidupan bermasyarakat, banyak kasus negatif kehidupan manusia yang muncul disebabkan oleh balas dendam.
Banyak sudah korban yang berjatuhan oleh karena adanya tindakan balas dendam atau yang lazim disebut dengan dendam kesumat yang dilakukan oleh seseorang kepada yang lainnya.
Balas dendam adalah tindakan emosional tanpa memikirkan akibat buruk yang akan ditimbulkan di kemudian hari. Tindakan semacam ini dilatarbelakangi oleh banyak faktor yang tidak mampu dikontrol lagi secara manusiawi.Itu sebabnya banyak pula yang mengklaim akibat perbuatan ini sebagai yang tidak manusiawi.Mengapa?
Munculnya rasa balas dendam dikarenakan oleh hawa nafsu. Itulah salah satu kelebihan manusia yang diberikan Allah kepadanya ialah adanya hawa nafsu yang tidak diberikan kepada makhluq-Nya yang lain.
Dengan hawa nafsu seseorang bisa lebih agresif dan dinamis.Bahkan tak jarang ada orang yang melebihi kapasitas agresifitas dan kedinamisan secara normal dari seorang manusia.
Jika hal ini sudah terjadi pada diri seseorang maka pada saat itu seorang manusia telah dikuasai oleh daya amarahnya, yang oleh filosof Al-Kindi disebutnya sebagai Al-Quwwah al-Gadhabiyyah.
Sifat balas dendam yang disertai dengan mengorbankan orang lain dalam ajaran Islam amat dicela dan karenanya ia dikategorikan ke dalam perbuatan akhlaq madzmumah(perbuatan yang tidak terpuji).
Dikatakan tercela karena tindakan tersebut sudah tidak mengindahkan norma-norma kemanusiaan di mana seseorang tidak memberi kesempatan pada orang lain untuk mau mengakui kesalahannya yang selanjutnya membuka peluang untuk berbuat baik, serta tindakan itu seolah memaksakan kehendak seseorang untuk "mengakhiri" kehidupan seseorang di dunia ini.
Hal demikian telah dilukiskan oleh Allah swt bahwa "Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat dzalim kepadamanusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat `azab` yang pedih" (Q.S. Al-Syura/42:42).
Selain faktor umum dan darimana sumbernya dendam itu, kita masih dapat merinci lagi beberapa penyebabnya, yaitu: Pertama, seseorang ingin melakukan balas dendam karena pada masa silamnya ia pernah dihina oleh orang lain.
Perasaan ingin melakukan balas dendam itu justru umumnya muncul pada saat orang tersebut berada pada taraf kehidupan yang layak dilihat dari segi materi dan sosial.
Kedua, seseorang ingin membalas dendamnya kepada orang lain manakala dirinya merasa terpojok atau dipojokkan oleh suatu situasi di mana situasi itu dipandang sebagai keadaan yang sudah "buntu". Ketika ada sedikit cela yang terbuka, maka ia pun segera melakukan tindakan emosionalnya itu.
Ketiga, biasanya seorang pendendam itu berpikiran sempit dengan jangkauan pemikiran yang pendek.
Dengan keterangan di atas, maka pada saatnyalah kita mempertanyakan adakah cara untuk meredam sifatbalas dendam itu dan bagaimana pula solusi yang diajarkan Islam kepada umat manusia?
Jika kita merujuk kepada sejumlah ayat Alquan al-majid atau hadis Rasulullah saw maka kita akan menemukan beberapa jalan keluar sebagai alternatif pilihan untuk menghindari dan menjauhi balas dendam itu.
Pertama, sabar. Ada yang mendefinisikannya sebagai sikap tabah dan tahan uji terhadap segala masalah yang akan muncul sebagai akibat logis dari sikap itu. Kesabaran itu pun mempunyai batas.
Tindakan balas dari orang yang sabar kepada orang yang pernah menyakiti hatinya tidak akan melampaui batas perbuatan yang menimpanya dahulu, karena ada petunjuk Allah dalam hal ini, "Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar"(Q.S. Al-Nahl/16:126).
Kesabaran adalah perbuatan dan tindakan yang terpuji serta berkaitan erat dengan kebenaran. Perhatikanlah firman Allah tatkala mengingatkan para pemimpin yang harus memberi contoh bagaimana seharusnya mengamalkan kesabaran untuk menegakkan prinsip-prinsip kebenaran, "Dan Kami jadikan diantara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami" (Q.S. Al-Sajdah/32:24).
Mengapa perlu kita ketengahkan masalah prinsip kebenaran hubungannya dengan sifat dan sikap sabar ini justeru karena munculnya perbuatan dendam pada orang sudah menyimpang dari nilai-nilai kebenaran.Begitu hebatnya hawa. Nafsu telah menguasai diri seseorang.
Bagi orang yang bersabar atas segala macam musibah dan perlakuan dalam kehidupannya ini akan memperoleh balasan dari Allah dengan sebuah janji yang maha benar "Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan" (Q.S.Al-Nahl/16:96).
Pahala itu akan dinikmatinya di hari kemudian di dalam surga yang serba lux dan penuh dengan fasilitas serta layanan yang amat menyenangkan. Kehidupan di surga yang demikian itu dapat diketahui dari firman Allah yang tertera pada surah Al-Insan/76:12-21.Orang yang sabar memiliki keistimewaan tersendiri, karena "Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar".(Q.S. Al-Anfal/8:46).
Kedua, pemaaf. Salah satu sifat yang dipuji Allah adalah sikap seseorang untuk mau memaafkan kesalahan orang lain (Q.S. Ali Imran/3:134). Meski ia terpuji namun sulit untuk diterapkan. Gengsi dan beberapa macam pertimbangan status kemanusiaan merupakan kendala utama bagi perwujudannya. Sekalipun Allah telah menegaskan keutamaan dari sifat senang memaafkan kesalahan orang lain.
Sifat memaafkan dan menyadari kesalahan (tawbat) yang telah diakui oleh orang lain adalah dua hal yang beriringan muncul dari kedua belah pihak adalah juga sifat yang dipuji Allah, karena sesungguhnya "Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan" (Q.S. Al-Syura/42:25).
Dalam tarikh antara lain dikisahkan bahwa jika nabi Muhammad saw sedang gundah atau mungkin marah, maka raut mukanya kelihatan memerah karena sedang dan mampu menahan emosinya. Oleh karena beliau menyadari dirinya sebagai rahmat dari Allah, berperilaku sebagai manusia terpuji dan teladan bagi orang lain maka beliau memiliki cara tersendiri bagaimana meredam kemarahan dengan cara yang simpatik.
Jika keadaan beliau itu kita teorikan,maka ada lima pemeringkatan untuk meredam kemarahan yaitu: (1) sudah saatnyakah saya marah, (2) sudah betulkah saya marah, (3) apakah kemarahan saya bisa merubah orang, (4) apakah materi kemarahan saya sudah betul, dan (5) untuk apa saya marah? Ternyata, kemarahan yang muncul dari diri bisa dikontrol dan dikendalikan dengan cara mengedepankan pertimbangan akal daripada emosi.
Kita sangat berharap bahwa ajaran agamalah yang akan menuntun keselamatan hidup dan kehidupan kita melalui model kehidupan pembawanya. Dua di antara berbagai ajaran Islam yang perlu dan segera kita amalkan mulai saat ini ialah bagaimana agar sikap sabar dan mau memaafkan kesalahan orang lain dapat menjadi perisai diri kita untuk menghalau atau menyingkirkan rasa dan tindakan dendam kesumat yang tidak terpuji itu.
sumber :  http://myfingerstype-nayl.blogspot.com/2011/05/jangan-ada-sifat-balas-dendamsabar-itu.html

TIMBANGAN ALLAH TIDAK AKAN SALAH

Ada unsur terpenting saat Allah menciptakan manusia di muka bumi ini. Mungkin diantara kalian pernah mengalami suatu peristiwa yang mengecewakan, bahkan menyakitkan. Disaat keluarga telah tentram tiba-tiba terusik oleh sebuah masalah. Masalah itu berupa ujian. Adakalanya kasus penghinaan, penuduhan beralibi balas dendam, persengkongkolan dalam pembunuhan dan tindak kejahatan lain.

Seseorang yang tidak bersalah dituduh oleh orang yang berpredikat kuat dalam kekuasaan. Dan orang itupun dijebloskan oleh orang itu dan dipaksa untuk mengakui kesalahannya. Juga kasus penggelapan uang dan pencurian. Saat kebaikan telah kalah dan diabaikan, sedangkan keburukan diagungkan dan dituruti. Maka kehancuran akan lebih dominan.
Walaupun orang yang teraniaya di dunia dan meneteskan air mata karena kelemahannya di dunia ini. Namun mereka bersabar dan menerima ujian ini. Kelak Allah akan mengganti pahala yang lebih besar. Kesabaran yang kuat meskipun informasi media yang menyudutkan mereka, dia tetap tegar akan segala yang menimpa mereka. Tidak sedikitpun mereka mengeluh akan ketidakbenaran. Dia yakin bahwa ujian ini pasti suatu saat akan terbukti. 

Dan orang-orang yang mengikuti taghut dan hawa nafsu untuk mengalahkan orang yang benar pasti akan menemui kekalahan dan kerugian. Keadilan, kejujuran, berani dan sikap yang baik Allah lebih ridho daripada sebuah penindasan, ancaman dan kedzaliman. Orang-orang yang lebih terpana akan kekuatan materi cenderung menjegal lawan dan suka menyaingi lawan agar dapat menjadi yang utama. Barangsiapa yang memperhatikan kebijakan yang ditetapkan oleh Allah dalam kehidupan di dunia ini, maka akan melihat bahwa semuanya berada pada garis keadilan.

Juga akan menyaksikan, bahwa balasan untuk setiap perbuatan manusia itu akan selalu datang, walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, orang yang berbuat maksiat dan belum mendapatkan balasan di dunia ini jangan sampai tertipu dengan keadaan semacam ini. Sebab, balasan dari Allah itu terkadang datangnya kemudian. Diantara dosa yang sangat keji dan akan mendapatkan balasan yang cukup besar adalah dosa orang yang selalu mengulang-ulang atas perbuatan yang diharamkan oleh Allah.

Kemudian juga bagi orang yang melakukan perbuatan dosa dan ia beristighfar, melakukan sholat serta beribadah kepada Allah, akan tetapi semua itu tidak dilakukan dengan sepenuh hati, hanya pura-pura. Sementara ia mengira bahwa hal itu bisa memberikan manfaat baginya. Dan orang yang lemah ialah orang yang mengikuti hawa nafsunya. Orang yang mau menggunakan akalnya dengan baik, hendaklah selalu memikirkan apa balasan (yang akan diterima) dari perbuatan yang akan dilakukannya.

Begitu pula sebaliknya, bahwa terhadap setiap orang yang mengerjakan kebajikan atau memperbaiki niatnya, maka ia akan mendapatkan balasan yang baik pula, Walaupun harus menunggu untuk beberapa waktu yang lama. Allah berfirman "Barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala bagi orang-orang yang berbuat kebaikan" (Yusuf 90). Rasulullah bersabda :  "Barangsiapa yang memalingkan pandangannya dari melihat kecantikan seorang wanita, maka Allah akan memberikan kepadanya keimanan yang akan dirasakan kelezatannya di dalam hati."

Oleh sebab itu, hendaklah orang yang berakal menyadari, bahwa timbangan keadilan Allah itu tidak akan pernah keliru dan tidak pula curang.

Wallaahu a'lam bish showab
SUMBER : http://hendra-cahayailmu.blogspot.com/2011/06/timbangan-allah-tidak-akan-salah.html